Jumat, 27 Januari 2012

Hentikan Pembunuhan Terhadap Reptil = Menyelamatkan Umat Manusia


Dalam beberapa posting yang saya tulis beberapa bulan silam, saya pernah sedikit menceritakan mengenai keanggotaan saya dalam sebuah komunitas pecinta reptil di kota Semarang. Sekarang saya akan saya lebih jelaskan dan lebih tekankan, ngapain sih saya masuk atau jadi anggota komunitas tersebut? apa untungnya? atau apa pula manfaatnya?
Kalau kamu semua tanya keuntungan secara material akan saya jawab dengan tegas , ga ada. Tetapi saya mendapat keuntungan- keuntungan lain yang jauh lebih berharga. Pertama sangat jelas sebuah pengalaman baru.  Kedua ialah pengetahuan baru. Ketiga ialah keluarga baru pula. Ketiga hal ini yang menurut saya membuat saya semakin yakin untuk bergabung dengan komunitas ini. Komunitas yang saya ikuti ialah 'T-Rec'. Bukan T-Rex yang sering kita jumpai dalam film 'Jurassic Park' , tetapi arti T-Rec yang saya maksud ialah Tugumuda Reptil Community. Sudah sekitar beberapa bulan saya bergabung dengan komunitas ini dan tiga hal yang saya sebutkan tadi saya dapatkan semua. Yang menarik ialah misi utama dari komunitas ini, yaitu Edukasi dan Konservasi. Memang cukup banyak komunitas reptil di kota ini, tapi tak semua yang memiliki penekanan terhadap edukasi dan konservasi. Edukasi,bisa berarti pendidikan. Pendidikan yang saya maksud ialah pendidikan tentang reptil. Pendidikan yang diberikan tak hanya mengenai pendidikan umum mengenai reptil, tetapi juga memberi jawaban tentang, mengapa sih kita harus selamatkan reptil ? kenapa kita ga boleh bunuh repti, khususnya ular? Nanti saya jelaskan. Biasanya untuk edukasi, kita mengunjungi sekolah- sekolah atau pun kita lakukan di jalan. Untuk Konservasi, kami melakukan konservasi belum bisa melakukan perkembangbiakan reptil. Tetapi yang kami lakukan ialah menyelamatkan reptil dari pembunuhan atau pun pembantaian masal. Kami juga melakukan penggalangan dana, yang dana tersebut kami gunakan untuk 'menebus' reptil yang berada di pengepul dan di tempat penjagalan. Yang oleh pengepul, reptil- reptil tersebut kemudian akan dijual ke pada para menjual obat- obatan, ataupun restoran atau warung penyedia masakan yang berbahan reptil. Dana yang dikumpulkan kami gunakan untuk menebus beberapa reptil. Setelah ditebus lalu diapakan? Dijual? Tidak. Reptil yang berhasil kita kumpulkan kita gunakan dalam salah satu agenda kami yang bernama release me. Kami melepaskan reptil yang telah terkumpul ke beberapa titik, dengan tujuan bisa kembali berkembangbiak dan bisa menyeimbangkan ekosistem disana.


Tiba- tiba muncul pertanyaan,
'Kenapa sih kita ga boleh bunuh reptil? Kenapa reptil harus diselamatkan? Bukanya reptil berbahaya?'


Hama tikus yang meraja rela

Pertanyaan- pertanyaan itu sungguh merupakan makanan sehari- hari bagi teman- teman komunitas saat melakukan edukasi. Saya jelaskan satu persatu.Kenapa sih kita ga boleh bunuh reptil? jawaban saya ialah, karna mereka itu teman. Ya Teman. Karna apa? Karna reptil itu sahabat petani. Kembali saya tanya, kita tinggal dimana? ya Indonesia. Lalu apa makanan pokok kita? ya, nasi. Mungkin ada yang jawab, singkong, ketela, kentang, jagung, dll. Bisa juga kita masukan. Kemudian saya tanya lagi, apa makanan tikus? Pasti ada beberapa dari kalian menjawab jawaban yang sama ketika saya bertanya makanan pokok manusia. Tikus itu omnivora dan  tikus merupakan binatang pengerat. Mereka bisa makan dan kunyah apa saya yang mereka temui, entah kayu, bangkai, sabun, plastik, botol bekas, sayur, buah, ikan, daging termasuk ketela, beras, jagung dll. Tikus makan apa saja. Dan bukan rahasia lagi kalau tikus menjadi salah satu hama yang bisa merusak sebuah ladang atau sawah. Sekali beranak, tikus bisa melahirkan 6-12 ekor pinkies (anak tikus baru lahir yang berwarna pink). Padahal satu indukan tikus bisa melahirkan lebih dari sekali dalam setahun. Satu ekor saja bisa melahirkan sebanyak itu, bagaimana dalam sebuah komunitas ada 5 ekor, 10 ekor, 100 ekor?? bayangkan berapa jumlah tikus yang akan dilahirkan?? Lalu apa yang terjadi jika hal tersebut terjadi pada sebuah ladang atau sawah? saya menjamin sawah tersebut akan gagal panen. Apapun jenis tanamanya, ingat tikus itu omnivora dan pengerat.  Kemudian apa yang harus dilakukan? memasang jebakan/perangkap tikus? memasang racun tikus? atau menembaki satu persatu tikus yang ditemui dengan senapan angin? Menurut saya hal tersebut bukanlah hal yang efektif, membuang waktu dan bisa saja merusak alam. Cara paling efektif dan ramah lingkungan ialah dengan memberikan predator alami pada ekosistem tersebut. Dan Salah satu predator alami dari tikus adalah ular. Mungkin ada beberapa predator lain yang juga efektif seperti elang atau burung hantu. Ular juga merupakan salah satu predator dari hama tikus. Jika pada sebuah lingkungan (entah rumah ataupun sawah/ ladang) terdapat banyak sekali hama tikus, maka jelas jika tak adanya predator dalam lingkungan tersebut. Mungkin diantara kalian ada yang menyanggah, hey di lingkungan rumahku banyak kucing. Kucing kan predator tikus juga. Oke tikus memang secara biologi bisa menjadi predator tikus. Tetapi saya begitu yakin kalau pada saat ini sudah banyak kucing yang kehilangan jati dirinya. Kucing sudah banyak dimanja oleh pemiliknya, sehingga mereka tidak lagi mampu untuk menjadi predator tikus. Bahkan ada pula kejadian kucing membiarkan tkus makan makananya. Atau pun kucing lari terbirit birit saat melihat tikus got yang ukuranya besar. Maka saya mulai sangsi dengan kemampuan naluriah  berburu kucing pada saat ini. Oke beberapa kucing memang bisa berburu, tetapi saya yakin hanya beberapa saja. Selebihnya hanya memilih bermalas- malasan dan menunggu pemilik rumah memeberi makan. 
Ilustrasi yeng mengatakan jika Ular merupakan sahabat Dewi Sri
Jadi beberapa hal tersebut bisa menjadi alasan mengapa kita jangan sekali sekali membunuh ular. Meskipun itu ular yang kecil sekalipun. Bahakan dalam beberapa kebudayaan di jawa tengah mengatakan untuk mengharamkan membunuh ular dikarnakan ular merupakan sahabat dari Dewi Sri. Dalam kepercayaan dan mitologi jawa, Dewi Sri merupakan dewi kesuburan yang menjadi penghormatan utama petani jawa yang berhubungan dengan panen. Jika panen gagal, masyarakat jawa yang percaya mengatakan jika Dewi Sri sedang kecewa dengan warga daerah tersebut, begitu juga sebaliknya. Dalam ceritanya (bisa diserach di google)  kisah dewi sri sangat berkaitan dengan ular. Bahkan orang yang percaya dengan kepercayaan tersebut mengatakan jika penampakan dewi sri selalu di iringi dengan barisan ular sawah. Cerita dan kisah tersebut membuat para petani menganggap kalau ular- ular di sawah merupakan titisan ataupun utusan Dewi Sri untuk membantu panen mereka. Meskipun cerita ini hanya cerita fiksi, saya yakin orang yang membuat ataupun menulis cerita ini merpakan orang yang cerdas. Mengapa? Karna orang ini tau bagaimana cara agar masyarakat bisa menghormati alam agar tidak merugikan masyarakat sendiri. Jika hanya diberitau secara lisan dan gamblang, saya yakin jika masyarakat hanya akan memandangnya sebelah mata. Tetapi dengan dibuatnya cerita yang sedemikain rupa, maka masyarakat bisa lebih menghormati alam dengan dasar iman. Dan tetap pada akhirnya masyarakat tersebutlah yang akan menikmati hasilnya.


Banyak reptil yang dibantai.
Mungkin hal diatas bisa menjawab pertanyaan mengapa reptil, khususnya ular harus diselamatkan. Tetapi kemudian muncul pertanyaan baru. 'Bukanya reptil berbahaya?' Satu pertanyaan ini biasanya yang bisa membunuh semua penjelasan- penjaelasan saya mengenai pertanyaan sebelumnya. Oke, saya ga sembunyiin lagi kalau emang ada beberapa ular yang berbisa. Tetapi saya katakan ga semua. ya, sekali lagi saya tekanin ga semua ular berbisa. Kita bicara di Indonesia , dari sabang sampai merauke data terbaru menyebutkan ada kurang lebih  380 spesies ular.  Tetapi  yang berbisa hanya 5 % nya saja. Jadi sangatlah banyak ular tak berbisa di Indonesia. Bahkan klasifikasi ular berbisa masih dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu berbisa tinggi (yang bisa langsung membunuh manusia dalam satu gigitan) dan berbisa rendah (Jika tergigit hanya terlihat efek bengkak, badan panas, mual dan tidak membunuh) maka pasti sangatlah sedikit spesies ular di Indonesia yang bisa membunuh manusia. Jadi kalau alasan kita membunuh ular karna takut akan bisanya, apakah itu jadi alasan? bisa jadi ular yang pernah anda bunuh bukanlah ular yang bisa membunuh manusia.
Oke memang ada beberapa berita mengatakan jika ada orang yang ditelan buaya ataupun dimangsa ular, apakah itu bisa dikatakan aman? Saya juga tak bisa pungkiri berita- berita tersebut. Tetapi bisa saya yakinkan kembali jika hal- hal tersebut kembali kepada manusia sendiri. Apakah manusia sudah cukup menjaga kelestarian alam? Apakah manusia menyisakan makanan untuk mereka? Saya yakin tidak. Manusia bukanlah mangsa utama dari ular atau pun buaya. Ular atau buaya akan lebih memilih rusa, bebek, kambing, babi dll untuk dijadikan mangsanya. Masalahnya, apakah semua hal tersebut tersedia di ekosistemnya? Jika semua yang seharusnya menjadi makanan ular atau pun buaya dihabiskan oleh manusia, lalu kemana mereka mencari makan? Hal ini tak hanya terjadi pada ular atau pun buaya saja, tetapi juga Harimau Sumatra yang terdapat di Jambi dan Riau. Mereka turun ke pemukiman manusia dikarnakan mereka lapar di dalam hutan. Lalu ada sanggahan lagi, 'Tetap aja mereka kejam. Mereka makan manusia.' Untuk sanggahan ini cukup saya beri pertanyaan, hitung berapa kasus manusia diserang atau pun di mangsa binatang liar dalam satu tahun. Sudah? Kemudian, hitung juga berapa binatang liar yang dibunuh manusia, pasti lebih banyak. Kalau tidak percaya, ayo ikut saya ke tempat penjaggalan. Ada ratusan ular, biawak atau bahkan mungkin buaya tak berdosa yang mati ditangan manusia. Ada berapa ekor Harimau Sumatra yang mati oleh tangan manusia? Lalu, mau dikatakan lagi kalau manusia tidak kejam? Binatang liar memburu dan membunuh berdasarkan naluri. Sedangkan manusia, membunuh dan memburu karena, nafsu, mitos, dan ketakutan yang tak mendasar. 

Jadi Satu pesan ku...
 ' Ketakutan ular terhadap manusia lebih besar daripada ketakutan manusia terhadap ular...'


Minggu, 22 Januari 2012

Plural [Is me] ??

Ga tau kenapa saya tertarik dengan kata pluralisme. Satu kata yang menurut saya adalah sebuah kata yang luar biasa. Sebuah kata yang menjadi cermin negara kita, Indonesia. Sebelum kita menggelinjang lebih jauh, mending kita tau dulu arti pluralisme secara jelas. Menurut Wikipedia, Plural bisa di artikan beragam. Jika dijabarkan lagi dengan pluarlisme memiliki arti  berbagai macam paham, ataupun beragam paham.Tetapi secara kaitan sosial dan agama, pluralisme merupakan sebuah kaitan dengan keberagaman dan toleransi.  You know lah, bukan rahasia lagi kalau negara kita ini merupakan negara yang memiliki banyak sekali perbedaan entah dari sisi Agama, Budaya, Suku, atau pun Ras. Itu disebut plural. Bahkan kesenjangan- kesenjangan antar hal- hal tersebut kerap kali terjadi. Banyak pula kasus- kasus yang mencoreng kerukunan antar masyarakat dan antar umat di Indonesia. Perang suku, kasus terorisme, perusakan tempat ibadah dan masih banyak kasus terjadi di negara kita. Hal- hal tersebut kiranya sangat mencoreng keindahan mozaik yang ada di Indonesia. Tetapi hal tersebut menurut penulis merupakan salah satu hal- hal bodoh yang dilakukan segelintir orang- orang bodoh pula.  Tetapi semua hal tersebut bisa dikembalikan ke dalam diri kita sendiri. Kita sendiri kerap kali mengedepankan egoisme dalam diri kita untuk bersikap pluralisme. Sebagai contoh ialah terkadang kita masih sungkan ataupun malu atau mungkin gengsi hanya untuk sekadar 'say hi'  dengan orang yang mungkin berbeda dengan kita. Kadang egoisme akan semua yang kita percayai atau kita miliki membuat kita enggan untuk hanya sekadar menyapa dengan orang yang berbeda dengan kita.
Saya ceritakan sedikit mengenai secuil arti pluraliseme dalam kehidupan saya. Saya  lahir sebagai seorang yang lahir di keluarga yang beragama Katolik yang taat. Keluarga saya pun juga merupakan keluarga yang taat dengan menjalankan seluruh perintah- perintah dalam ajaran agama saya.Tetapi yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua saya ialah, 'bertemanlah dengan siapa saja'. Jangan pernah membeda- beda kan teman karena hanya masalah suku, agama, ras, status, tingkat ekonomi, dan lain- lain. Orang tua saya tidak pernah melarang saya berteman karna perbedaan- perbedaan tersebut, terkhusus masalaha agama. Ketaatan kami sekeluarga dalam beribadah, tidak menjadikan kami seorang yang fanatik dan menutup terhadap agama lain. Orang tua saya juga memiliki kebiasaan ketika mengunjungi ataupun mengawali pembicaraan melalui telepon  dengan mengucapkan salam 'assalamualaikum' ataupun jika ada tamu atau jika ada penelpon yang menyampaikan salam dengan kata 'assalamualaikum' orang tua saya pun juga pasti akan menjawab dengan 'waalaikumsalam'. Hal tersebut juga tertular pada diri saya secara pribadi. Tanpa saya sadari orang tua saya mengajarkan kepada saya untuk tidak menonjolkan egoisme identitas dan agama kita. Kebiasaan lain yang orang tua saya lakukan ialah jika ada teman, kerabat ataupun saudara yang berkunjung ke rumah saya dan teman, kerabat atau saudara tersebut merupakan seorang yang beragama Islam. Bukan suatu hal aneh lagi bagi mereka yang terbiasa berkunjung ke rumah saya untuk melakukan ibadah sholat di rumah saya. Bahkan orang tua saya juga ikut mengingatkan untuk melakukan sholat. Hal- hal kecil dan sederhana yang dilakukan orang tua saya tanpa saya sadari menanamkan sikap toleransi di dalam diri saya. Pastinya jika kesadaran mengenai pluralisme dan toleransi kita sadari benar- benar, pasti alangkah indahnya negeri Indonesia tercinta ini.
Judul yang saya sampaikan memang sangat mengadaptasi judul buku 'Nasional.is.me' karya Pandji Pragiwaksono. Tetapi tema yang saya ambil ialah mengenai pluralisme. Mengapa pluralisme? Dikarnakan negara kita merupakan negara yang plural, negara dengan banyak sekali perbedaan- perbedaaan pada masyarakatnya. Arti Plural is me saya gunakan sebagai sifat yang bisa di gunakan masyarakat untuk menghadapi perbedaan- perbedaan. Tak sekedar arti pluraliseme secara gamblang. Tetapi Plural is me lebih menunjukan arti tentang 'plural itu aku' atau saya serorang yang plural dan lebih jelasnya berarti sifat kita dalam sikap kita menanggapi tentang menerima perbdedaan- perbedaan di negeri ini.   Masalah- masalah sensitif yang menyinggung masalah suku ras agama ataupun golongan (SARA) bisa menjadi masalah yang mudah tersulut menjadi konflik yang besar. Jadi jika setiap individu di negara ini menanamkan sifat 'plural is me' di dalam hati kita, maka pastinya negeri ini akan menjadi negeri yang indah dengan mozaik- mozaiknya yang begitu beragam. Percuma kita seorang  yang nasionalis, tetapi bukan orang pluralis. Percuma kita bela negara mati- matian tetapi tidak bisa menerima perbedaan- perbedaan pada negeri kita ini.